Deretan Pembunuhan Liar Dunia, Bikin Merinding
Sadis dan penuh misteri.
Penembakan yang terjadi di dua masjid Selandia Baru tepatnya di kota Chrischurch menewaskan hingga puluhan nyawa.
Tanpa tega, Tarrant mengabadikan tindakan kejinya tersebut dengan live di akun facebook miliknya.
Meski telah dihapus namun, video tersebut telah tersebar luas hingga keseluruh belahan dunia.
Kini Tarrant harus menanggung resiko atas apa yang telah diperbuatnya.
Dengan sigap pihak kepolisian Selandia Baru menangkap pelaku tersebut dihari yang sama, dimana dia usai melakukan aksinya.
Ini akan menjadi catatan sejarah yang kelam bagi Selandia Baru.
Seperti yang diungkapkan Perdana Mentrinya, Jacinda Ardern.
‘’hari ini adalah salah satu hari paling kelam di Selandia Baru,’’ merujuk serangan terhadap dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat (15/3/2019).
Kejadian tersebut akan menambah dereta penembakan liar yang terjadi di dunia.
Tribunwiki, telah merangkum beberapa pembunuhan liar di dunia yang tidak hanya menewaskan satu atau dua nyawa namun puluhan.
- Korea Selatan, 1982 - Woo Bum-Kon membunuh 57 orang lalu dirinya sendiri, dengan menggunakan granat dan senapan berkekuatan tinggi.
Dilansir dari, New York Times, sore itu, 26 April 1982 Woo Bum-kon naik pitam gara-gara tindakan pacarnya, Chun Mal-soon.
Chun menepuk lalat di dada Woo yang sedang tertidur. Merasa marah, Woo Bum-kon pergi dari rumah dan pergi ke kantor polisi untuk bertugas sekitar pukul 16.00.
Berdasarkan laporan, Woo disebut meminum banyak alkohol dan mabuk berat.
Sekitar pukul 19.30, Woo kembali ke rumah dan menyiksa pacarnya dengan melancarkan pukulan dan tendangan. Ia juga merusak perabotan rumah sebelum pergi ke gudang senjata. Woo membawa senjata api, 144-180 amnunisi, dan tujuh granat.
Sekitar pukul 21.30, Woo menembak korban pertamanya. Ia kemudian pergi ke kantor pos setempat dan membunuh tiga operator telepon.
Woo juga memutus sambungan telepon agar tidak ada orang yang bisa melakukan panggilan darurat.
Setelah itu, Woo Bum-kon pergi ke sebuah pasar di Desa Togongni.
Ia melempar granat dan menembaki setiap orang yang melewati area tersebut.
Chun Mal-soon juga mendapat tembakan yang mengenai bagian kakinya saat sedang mencari Woo.
Dari sana, Woo Bum-kon mulai berpindah dari satu desa ke desa lainnya.
Woo masuk ke rumah-rumah secara acak. Ia menggunakan statusnya sebagai polisi untuk mengelabui warga lalu kemudian membunuh mereka.
Pukul 22.30, Woo menyandera seorang remaja berusia 16 tahun dan berpindah tempat ke Ungye-Ri.
Di sana Woo menyuruh remaja tersebut membeli minuman dari sebuah toko kelontong.
Setelah permintaannya dituruti, Woo menembak remaja itu dan menyerang pemilik toko serta keluarganya.
Di desa tersebut, setidaknya Woo membunuh 18 orang.
Ia berpindah ke Pyongchon-Ni dan menembak satu keluarga yang terdiri dari empat orang. Total 24 nyawa melayang di Pyongchon gara-gara tindakan keji Woo Bum-kon.
Pihak kepolisian Korea Selatan kesulitan menangkap Woo karena pelaku terus berpindah tempat di bawah kegelapan.
Aksi Woo berakhir di sebuah rumah warga. Ia kemudian memilih bunuh diri dengan meledakkan diri menggunakan dua granat yang dipegangnya. Orang-orang yang ada di rumah tersebut pun ikut tewas.
Berdasarkan laporan, aksi Woo malam itu menewaskan 55 orang secara seketika (menjadi 56 dengan dirinya yang bunuh diri) dan satu lainnya meninggal beberapa hari kemudian setelah mendapatkan perawatan medis.
Chun Mal-soon menjelaskan, Woo ternyata mengidap gangguan mental dan tersinggung karena ucapan para tetangga yang mencibirnya karena tak kunjung menikah.
Buntut dari insiden berdarah tersebut, Menteri Dalam Negeri Korea Selatan, Suh Chung Hwa, dan kepala polisi nasional, Ahn Ung Mo, menawarkan untuk mengundurkan diri.
Kepala polisi provinsi pun ditangguhkan dan empat polisi lainnya ditangkap.
Mereka dituduh mengabaikan tugas, diduga karena gagal mencegah Woo Bum-kon mengambil senjata, amunisi, dan granat.
- Pembantaian Port Arthur (Australia, 1996) - Martin Bryant, menggunakan senapan semi-otomatis, sebuah CAR-15 dan sebuah L1A1 SLR, menewaskan 35 orang
Hal inipun sempat menjadi pembahasan Tarrant. Dilansir dari News.com.au, lokasi tempat latihan tembak Brenton Tarrant berukuran cukup luas yang dikelilingi oleh hutan pinus yang lebat dekat area klub golf dan penjara regional terbesar, Otago Correctional Facility.
Suasana di area cukup mencekam karena kawasan ini cukup sepi.
Di lokasi banyak benda-benda target latihan tembak yang ada tampak sudah dipenuhi lubang peluru dan selongsong peluru juga berserakan.
Polisi Dunedin sebelumnya mendapat laporan tentang club senjata di daerah tersebut karena melakukan pembahasan diskusi yang ekstrim.
Hal ini diakui oleh Pete Breidahl, mantan penembak mesin militer yang pernah tiga kali mengunjungi lokasi latihan tembak tersebut.
Breidahl mengaku kaget karena perkumpulan penghobi senjata tersebut termasuk Brenton Tarrant menggelar diskusi soal penembakan massal, kiamat zombie dan Martin Bryant yang melakukan pembantaian Port Arthur 1996.
Karena mecurigakan, hal itu sempat ia laporkan ke kantor kepolisian setempat, Kepolisian Dunedin.
Namun polisi malah tidak mengindahkan dan mengimbau untuk tidak mengkhawatirkan hal tersebut.
Dilansir dari, News.com, Pada tahun 1996, Martin Bryant memasuki sebuah kafe di lokasi koloni penjara bersejarah di Port Arthur, Tasmania.
Pria 28 tahun itu makan siang sebelum menarik senapan semi-otomatis dari tasnya dan memulai pembunuhan besar-besaran. Pada saat dia ditangkap keesokan paginya, 35 orang tewas dan 23 lainnya terluka. Bryant telah menjadi pembunuh massal terburuk dalam sejarah Australia.
"Ada orang di mana-mana - mayat," saksi Lynne Beavis mengatakan kepada Australian Broadcasting Corporation. "Itu benar-benar tak dapat dijelaskan apa yang terjadi di sana."
Dia menambahkan: "Saya berpikir pada saat itu, menjadi seorang perawat, 'Saya telah melihat orang mati, saya telah melihat darah, saya telah melihat hal-hal seperti ini.' Tetapi apa yang saya lihat di sana, tidak seorang pun kecuali seorang prajurit yang akan tahu seperti apa rasanya. ”
Australia pernah mengalami penembakan massal sebelumnya, tetapi pembantaian Port Arthur mengguncang negara itu sampai ke intinya. Bryant, sekarang berusia 48 tahun dan dipenjara seumur hidup, kemudian dinilai memiliki IQ seorang anak berusia 11 tahun. Dia mengatakan kepada penyelidik bahwa dia telah membayar tunai untuk senjata api di dealer senjata setempat.
Pemerintah Australia kemudian memperkenalkan Kesepakatan Senjata Api Nasional - undang-undang yang melarang senapan otomatis dan semi-otomatis, dan juga senapan pompa. Skema pembelian kembali senjata secara nasional juga melihat lebih dari 640.000 senjata diserahkan kepada pihak berwenang.
- Penembakan di Virginia Tech (Amerika Serikat, 2007) - penyerang yang belum diketahui identitasnya membunuh setidak-tidaknya 33 termasuk dirinya sendiri.
Pembantaian Virginia Tech adalah suatu pembantaian yang terjadi pada dua peristiwa penembakan terpisah yang dilakukan oleh seorang mahasiswa berumur 23 tahun, Cho Seung-Hui, pada tanggal 16 April 2007 di Institut Politeknik dan Universitas Negeri Virginia, Blacksburg, Virginia, Amerika Serikat.
Pejabat pemerintah, pihak universitas, dan sebagian besar sumber berita telah memberikan konfirmasi jumlah korban tewas sebanyak 32 orang berikut sang pelaku penembakan,dan menjadikan peristiwa ini sebagai penembakan sipil paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat.
Salah seorang dari korbannya berkebangsaan Indonesia, yaitu Partahi Mamora Halomoan Lumbantoruan (34 tahun) dari Medan, Sumatera Utara, mahasiswa doktoral di Fakultas Teknik Sipil.
- Pembantaian Tsuyama (Jepang, 1938) - Mutsuo Toi, menggunakan sebuah senapan tua Jepang dan pedang, membunuh 29 orang dan kemudian dirinya sendiri.
Pembantaian Tsuyama adalah pembunuhan balas dendam yang terjadi pada 21 Mei 1938 di desa pedesaan Kamo dekat dengan Tsuyama di Okayama, Kekaisaran Jepang.
Mutsuo Toi seorang pria berusia 21 tahun, menewaskan 29 orang, termasuk neneknya, dengan senapan Browning, katana, dan kapak, dan secara serius melukai tiga orang lain sebelum bunuh diri dengan senapan.
Post a Comment